headline photo

Ilmu Dan Ibadah

Rabu, 23 Desember 2009




Ilmu dan Ibadah merupakan dua permata yang karena keduanya terlahir segala yang terlihat dan terdengar, baik dari karya pengarang, ajaran  para guru, maupun nasehat para waskita. Bahkan karena keduanya, kitab-kitab diturunkan dan para rasul diutus. Demikian juga, langit dan bumi beserta isinya diciptakan. Seperti  firmanNya dalam 065.12:

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu” (QS. 65: 12)

Ayat ini menjelaskan pentingnya ilmu pengetahuan dan kemuliaannya, lebih-lebih ilmu tauhid (teologi).

Serta dalam QS. 51. 56:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku” (QS. 51: 56)

Ayat  di atas menerangkan pentingnya laku ibadah dan kemuliaannya, serta kewajiban untuk melaksanakannya. Ilmu dan ibadah menjadi tujuan terbesar dalam penciptaan dunia dan akhirat.


Tentang ilmu dan ibadah ini Nabi SAW. bersabda:
Sesungguhnya keutamaan orang yang mengetahui (‘Alim) terhadap orang yang melaksanakan ibadah (‘Abid) adalah seperti keutamaanku terhadap umatku yang paling rendah.”

Jelaslah bahwa ilmu adalah permata yang lebih mulia daripada ibadah. Kendatipun kedudukan ilmu lebih didahulukan daripada ibadah, namun seorang hamba tetap berkewajiban beribadah sesuai dengan ilmu, yaitu ilmu ibadah, jika tidak demikian, maka dikhawatirkan ilmu itu tidak berguna atau hanya sia-sia belaka.

Rasulullah SAW bersabda untuk menjelaskan karakter ilmu:

“Orang tidur yang mengerti ilmunya tidur lebih baik daripada orang shalat yang tidak mengerti ilmunya shalat.”

Makna dan pengertian Hadits diatas, disisi Allah: bahwa salah satu kemalangan orang yang beramal tanpa disertai ilmu adalah karena dia tidak mempelajari ilmu, sehingga dia sengsara dan payah dalam melaksanakan ibadah, yang kemudian berakhir dengan hilangnya pahala. Dia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali kepayahan dan kesusahan yang tidak berguna.

Alasan kedua yang mengharuskan untuk mendahulukan ilmu adalah bahwa ilmu yang bermanfaat menghasilkan rasa takut (khasysyah) kepada Allah SWT dan mahabbah kepada-Nya. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:

Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya hanyalah ulama (orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.” (QS. 35:28)

Ilmu menjadi pondasi dasar yang mengharuskan kita mendahulukannya daripada ibadah, agar kita menemukan maksud dan tujuan ibadah itu dengan benar, sehingga ibadah tersebut bisa diterima disisi-Nya. Karena itu, pertama-tama kita harus mengetahui siapa yang wajib disembah (al-Ma’bud), lalu kita menyembah-Nya. Bagaimana jadinya, jika kita menyembah Zat, yang kita sendiri tidak mengetahui nama-nama-Nya, dan sifat-sifat-Nya, baik yang wajib maupun mustahil. Barangkali kita mengiktikadkan al-Ma’bud dan sifat-sifat-Nya dengan sesuatu, serta berlindung kepada Allah, dengan hal-hal yang tidak layak, sehingga ibadah kita hanya menjadi kesia-siaan belaka.

Setelah mengenal al-Ma’bud kita harus mengetahui kewaiban-kewajiban syara’, berupa apa yang diperintahkan dan dilarang pada kita. Jika kita tidak mengerti apa yang harus dilaksanakan dan tinggalkan,  lantas bagaimana kita bisa melakukan ketaatan, yang kita sendiri belum mengetahui definisinya; bagaimana ketaatan itu sebenarnya; dan bagaimana harus dijalankan? Bagaimana kita menjauhi kemaksiatan, sementara kita tidak mengetahui bahwa hal itu adalah kemaksiatan, sehingga kita tidak tergelincir di dalamnya?

Ibadah-ibadah syara’, seperti bersuci (thaharah), salat, puasa, serta yang lain, mengharuskan kita untuk mengetahuinya, berupa pelbagai hukum, syarat dan rukunnya, sehingga kita dapat melaksanakannya berdasarkan Sunah. Barangkali kita telah bertahun-tahun menunaikan suatu amal yang kita sangka baik, namun pada kenyataannya, amal itu termasuk sesuatu yang membatalkan thaharah-kita dan salat kita, serta menjadikan kedua amal itu bertentangan dengan teks Sunah, sedangkan kita tidak merasakan hal itu. Barangkali kita dihadapkan pada suatu masalah, dan kita tidak tahu kepada siapa harus mengadukan masalah tersebut, sedangkan kita sendiri belum pernah mempelajarinya. Kondisi seperti ini juga berlaku pada beberapa ibadah yang bersifat batiniah, seperti amal-amal kalbu yang mengharuskan kita memahaminya. Hal itu bisa juga berupa tawakkal kepada Allah SWT, menyerahkan segala urusan kepada-Nya, sabar dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan, bertaubat dari segala dosa, dan ikhlas, serta amal ibadah lainnya.

Demikian pula, kita harus mengetahui larangan-larangan-Nya, yang menjadi kebalikan sifat-sifat diatas, seperti iri, dengki, pamer (riya), sombong, dan lain sebagainya, agar kita dapat menjauhinya.

Pepatah berkata:
Barangsiapa yang beramal tanpa disertai ilmu, amalnya melayang berputar-putar diangkasa tiada diterima.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
free counters