headline photo

Musibah dan Kesempitan, Sarana Penghapusan Dosa dan Meninggikan Derajat (A Must Read For Muslim)

Kamis, 28 Januari 2010

<>======<>======<>======<>======<>======<>======<>======<>

“Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan; mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Baqarah: 177)
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." Asy-Syuro (42):30


Sebagai landasan awal dalam menyikapi musibah dan kesempitan ini, kita perlu merenungkan firmanNya:

(Al’Ankabut (29): 2):
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”

(Al-Baqarah (2): 214):
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

(Al-Baqarah (2): 155-157):
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun." Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."

Bisa kita ibaratkan seorang muslim sebagai seorang MURID. Dia menerima berbagai macam pelajaran, kemudian untuk mengukur kadar pemahamannya dalam menangkap semua mata pelajaran, diselenggarakanlah UJIAN. Setelah ujian dia menerima RAPORT. Dan kemudian di akhir masa belajarnya dia menerima IJAZAH.

Begitu JUGA kita muslim. Kita masuk sekolah yang bernama sekolah 'Islam'. Allah uji kita setiap waktu. Dan raport dan ijazahnya akan keluar di hari pembalasan kelak, seperi firmanNya:

(Al-Kahfi (18):49):
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun.”

Jadi musibah atau cobaan adalah ketentuan Allah atau SUNNATULLAH. Seperti juga langit dan bumi, siang dan malam, matahari dan bulan, adanya manusia, hewan, tumbuhan dan lainnya. Dalam menyikapi sunnatullah Allah memberikan tuntunan. Diantaranya dengan yakin bahwa itu sudah ditetapkan dan kemudian menerimanya. Tanpa protes bahkan berkeluh kesah.

(Al_Baqarah (2):26):
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan ?.” Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”

Juga dengan yakin dan berseru dan meminta pertolongan hanya kepadaNya:

(Al-Hajj (22):73): 
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.”

Tentang larangan ‘protes’ atas sunnatullah, Allah berfirman:

(Al-Kahfi (18):54):
"Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah."

Menyikapi musibah dan kesempitan hidup adalah setali tiga uang dengan menyikapi sunnatullah yang lain. Lebih spesifik Allah memberikan tuntunan untuk menghadapinya:

(Al-Baqarah (2):153): 
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Akan halnya sabar dan shalat sebagai penolong, Allah menambahkan:

(Al-Baqarah (2):45):
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'."

Penjelasan dibawah ini akan menunjukkan pada kita bahwa musibah dan kesempitan yang dihadapi dengan sabar, sama agungnya dengan sunnatullah yang lain. Dan sebagaimana seorang murid yang lulus ujian rasanya masuk akal kalau Allah menjanjikan derajat lebih tinggi yang tidak bisa dicapai dengan amalan biasa dan imbalan yang tak lain dari pengampunan dari dosa dan sorga.

(Huud (11):11): 
“kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.”

Bahkan dalam kalangan sahabat di masa Nabi SAW  mereka menerima musibah dan kesempitan seperti sakit, sama senangnya dengan menerima nikmat yang lain. Bahkan ketika Rasulullah SAW mengabarkan hikmah di balik sakit yang diderita sahabat itu, ada diantara mereka yang justru meminta penyakit. Seakan penyakit itu adalah nikmat yang lebih menyenangkan daripada nikmat yang lainnya. Kita tentu ingat kisah Nabi Ayyub, yang menderita penyakit yang aneh selama 18 tahun hingga semua orang termasuk istrinya meninggalkannya dan tak sudi melihatnya. Bahkan diantara sahabatnya ada yang berkata bahwa penyakit yang diderita Nabi Ayyub tak lain disebabkan dosa Nabi Ayyub sendiri kepada Allah.

Sebelum membaca pesan-pesan Rasulullah SAW, berikut lagi firman Allah yang adalah pesanNya dan maksudNya memberikan semua macam cobaan, musibah dan kesempitan kepada kita:


Agar kembali pada kebenaran (Allah):
(Al-A’raf (7):168):
"Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)."
Agar berserah diri kepada Allah dan memohon pertolongan-Nya.
(Al-An’am (6):42):
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri."
Tentang ini Allah juga mengingatkan sifat dasar kebanyakan manusia yang tak terpuji:

(Ar-Rum (30):33): 
"Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertaubat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat daripada-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya."

Dengan ayat terakhir diatas ini juga menjadi  jelas, bahwa cobaan tidak semata berupa kesempitan dan bencana, tetapi nikmat dan kesenangan dunia. Adakah kita bersyukur dan kembali padaNya dengan semua kenikmatan dan kelapangan dunia?


Hadits-hadits Rasulullah SAW dan beberapa kisah sahabat nabi SAW:

Karena bencana atau kesempitan adalah sarana pengampunan dosa maka Allah dan rasul-Nya mengingatkan bahwa sebagian besar bencana itu datang karena kesalahan manusia sendiri. Baik kesalahan dengan hati, pendengaran, penglihatan atau anggota tubuh yang lain. Lihat Asy-Syuro (42):30 diatas.

Rasul SAW bersabda:
"Tidaklah ada pembuluh darah dan mata yang bergetar, melainkan karena suatu dosa, dan apa yang dihilangkan Allah darinya, lebih banyak lagi." (Ath-Thabrany)

Jadi dengan demikian fungsi cobaan sebagai penebus dosa tetap berlaku baik cobaan itu murni karena ujian semata atau karena disebabkan dosa kita sendiri. Asalkan dengan cobaan itu kita kembali kepada-Nya, bersabar dan memohon ampunan-Nya. Suatu hukuman yang didahulukan di dunia bagi orang Muslim, justru merupakan kebaikan. Sebab jika Allah menghendaki suatu kebaikan bagi hamba-Nya, maka dia mengampuni dosanya, sehingga pada hari kiamat dia diberi rahmat dan keridloanNya.

Musibah dan kesempitan didefinisikan oleh Rasulullah SAW sampai hal yang paling mendetail dan remeh. Tengoklah sabda beliau SAW:
"Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesusahan, gangguan, kesedihan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah menghapus sebagian dari kesalahan-kesalahannya." (HR. Bukhori dan Muslim)
Dari Ibnu Mas'ud RA, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda:
"Tidaklah seorang Muslim ditimpa gangguan berupa penyakit dan lain-lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon yang menggugurkan daunnya." (HR. Bukhori dan Muslim) 

Suatu hari Umar bin Al-Khaththab, tatkala tali jepitan sandalnya putus, maka dia pun mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un", lalu berkata, "Segala apa pun yang menimpakan keburukan kepadamu, maka itu merupakan musibah.".

Diceritakan pula dari Ummul-Ala' RA, dia berkata, "Rasulullah SAW menjengukku, tatkala aku sedang sakit, lalu beliau SAW bersabda,
"Bergembiralah wahai Ummul-Ala', karena dengan penyakit orang Muslim, Allah akan menghilangkan kesalahan-kesalahannya, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak." (HR Abu Daud)
Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda,
"Bencana senantiasa menimpa orang Mukmin dan Mukminah dalam jiwa, anak dan hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tak ada satu kesalahanpun." (HR. Tirmidzy)
Ditegaskan pula oleh hadits dari Sa'ad bin Abi Waqqash RA, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda,
"Tidaklah bencana senantiasa menimpa seorang hamba hingga Ia membiarkannya bisa berjalan di atas bumi, melainkan tak ada satu kesalahan pun pada dirinya." (HR. Tirmidzy dan Ibnu Majah)

Dan inilah hadits-hadits Nabi SAW yang mengabarkan berita baik berupa diangkatnya derajat seseorang yang 'menderita' disebabkan setiap bencana, cobaan dan apapun yang menimbulkan 'madharat' di setiap langkah hidupnya:
Dari Aisyah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah gemetaran karena sakit, sehingga beliau mengeluh sakit dan membolak-balikkan tubuh di tempat tidur. Lalu Aisyah berkata kepada beliau, "Andaikata sebagian di antara kami yang mengalami seperti ini, niscaya engkau akan merasa kasihan terhadap dirinya."
Nabi SAW bersabda:
"Sesungguhnya orang-orang shalih itu akan dikeraskan cobaannya. Sesungguhnya tidaklah seorang Mukmin itu tertusuk duri atau lebih kecil dari itu, melainkan satu kesalahan dihapuskan darinya dan satu derajat ditinggikan bagi dirinya." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Dari Aisyah pula, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
"Tidaklah seorang Mukmin itu tertimpa penyakit encok sedikitpun, melainkan Allah menghapus darinya satu kesalahan, ditetapkan baginya satu kebaikan dan ditinggikan baginya satu derajat." (HR. Thabrani dan Al-Hakim)

Dari Abu Sa'id RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
"Sakit kepalanya orang Mukmin atau duri yang menusuknya atau sesuatu yang menimbulkan madharat kepadanya, maka karenanya Allah akan meninggikan satu derajatnya pada hari kiamat dan mengampuni dosa-dosanya." (HR. Ibnu Abid-Dunya, Isnadnya jayyid, rijalnya tsiqat)

Dan juga dari Muhammad bin Khalid As Silmy, dari bapaknya, dari kakeknya, yang termasuk sahabat Rasulullah SAW, dia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya hamba itu, jika ada satu kedudukan yang telah ditakdirkan Allah baginya, dan dia tidak bisa mencapainya dengan amalnya, maka Allah mengujinya dalam tubuh, atau harta atau anaknya, kemudian Dia menjadikannya bersabar karena yang demikian itu, sehingga Dia membuatnya bisa mencapai kedudukan yang telah ditakdirkan Allah baginya." (HR. Abu Daud dan Ath-Thabrany)

Dan pada akhirnya siapa yang LULUS dari semua UJIAN itu Allah menjanjikan IMBALAN berupa SORGA dan dijauhkan dari neraka.

Rasulullah SAW bersabda:
“Allah subhanahu berfirman, ‘Hai anak adam, jika engkau sabar dan mencari keridhaan pada saat musibah yang pertama, maka aku tidak meridhai pahala bagimu selain surga.” (HR. Ibnu Majah)

Begitu pula hadits Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW bahwa beliau menjenguk seseorang yang sedang sakit demam, yang disertai Abu Hurairah. Lalu beliau SAW bersabda:
“Bergembiralah, karena Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Inilah neraka-Ku. Aku menganjurkannya menimpa hamba-Ku yang Mukmin di dunia, agar dia jauh dari neraka pada hari akhirat.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Dalam hadits Kudsi ini Allah mengibaratkan sakit demam sebagai neraka kecil bagi manusia.

So, jika Allah masih berkenan menguji kita, berarti Dia masih mengasihi kita. Berbahagialah orang yang diuji, yang menerima dengan sabar adanya musibah dan kesempitan dan disisi sebaliknya: mereka yang mau bersyukur dengan semua nikmat dari Tuhannya.
Karenanya, berbahagialah kita menjadi seorang muslim. Bukankah hidup ini ujian? Bukankah semua urusan kita di dunia berisi kebaikan. Sabda Nabi SAW:
“Sungguh menakjubkan urusan orang Mukmin. Sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang Mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya.” (HR.Muslim)

Dan karena bersabar atas musibah dan segala bentuk kesempitan dan kemudharatan yang kita rasakan lebih berat daripada bersyukur pada nikmat, maka pantas kalau Allah menganugerahkan gelar kehormatan bagi kita yang sanggup menjalaninya dengan meninggikan derajat kita di sorga.



KETIKA KITA BISA MENERIMA MUSIBAH SAMA RIDHO-NYA (RELA) DENGAN KETIKA MENERIMA NIKMAT, MAKA DUNIA TERASA LEBIH LAPANG! DAN MELIHAT FAEDAH DARI MUSIBAH DAN KESEMPITAN HIDUP DIATAS, MAKA RASANYA HIDUP INI BENAR-BENAR ANUGERAH BAGI KITA MUSLIM! SUBHANALLAH!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
free counters