headline photo

MENGAPA KITA HARUS KAYA!

Jumat, 27 Agustus 2010


Kalau pertanyaan ini diajukan pada ekonom, para praktisi bisnis, bahkan juga beberapa ‘praktisi agama’, mereka akan sebut berderet-deret alasan.

Allah memberi kita sebuah gambaran sederhana:

QS: An-Nahl 75:

“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui”

Seorang hamba sahaya: simbol ketidak berdayaan
Seorang yang diberi rizqi yang baik: symbol orang kaya.
Tentu saja mereka berbeda. Tapi bukan disitu pointnya

Yang membuat mereka berbeda jauh sekali seperti disebut di ayat itu adalah ketika orang yang diberi rizqi itu menafkahkan harta yang dimilikinya dijalan Allah. Terang-terangan atau secara rahasia. Itulah alasan yang paling masuk akal dan diterima disisi Allah untuk pertanyaan: “Mengapa kita harus kaya?”

Namun masalah Rizqi memang salah satu rahasia Allah, seperti juga jodoh dan kematian. Sudah begitu yakin kita akan mendapatkan sesuatu, sudah kita tetapkan waktunya, dan kerja dan usahapun tidak kita kendorkan, dasar belum rejekinya ada saja aral yang melintang dan menghalau rejeki itu pergi.

Begitu jodoh dalam hidup kita. Sudah kita ikat hati seseorang dan sudah kita karang masa depan yang kita rasa menentramkan kehidupan kita nantinya, kalau bukan jodohnya ya gak jadi juga. Itu salah satu hakekat hidup, semua serba sementara.

Kan Allah sudah bilang:
QS: An-Nahl 96:
“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.”

Apapun yang ada dan akan datang dalam kehidupan kita nantinya pasti akan lenyap pada akhirnya. Yang kekal dan abadi adalah pahala amal sholeh yang kita perbuat dan kita kumpulkan selama di dunia ini. Itu yang akan menemani kita di kehidupan setelah mati kelak, baik di alam kubur sembari menunggu hari berbangkit dan juga di ‘hari’ dimana tak ada guna lagi harta dan semua sanak famili yang kita miliki.

Nah bagi yang mencari alasan mengapa kita harus mengejar duit, ayat diatas bisa menjadi sebuah jawaban sederhana. Dan bagi kita yang sudah kaya, kedua ayat diatas adalah tawaran Allah untuk kita, apakah kita mau membuang begitu saja kesempatan untuk mencari sebanyak mungkin yang disisi Allah. Yang kekal. Atau menghabiskannya begitu saja untuk kesenangan dunia semata. Yang semantara! Dan FANA!

“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal”

JALAN KEMATIAN DI NEGERI MERDEKA

Rabu, 18 Agustus 2010



Tekad yang membaja dalam memperjuangkan kemerdekaan adalah wujud betapa sangat pentingnya suatu kemerdekaan. Bagaimana tidak, para pejuang kemerdekaan seperti hanya mempunyai dua pilihan seperti tergambar dalam tekad "Merdeka atau Mati" yang menjadi pendorong sangat kuat dalam perjuangannya. Kematian dapat juga diartikan sebagai suatu bentuk kemerdekaan, yang membuat para pejuang lebih memilih mati sahid dalam meraih kemerdekaan, karena hidup dalam penjajahan sebenarnya lebih buruk dari kematian yang sia-sia sekalipun.

Kemerdekaan disambut dengan suka cita, rakyat secara rutin menyelenggarakan pesta untuk sekedar mengingat bahwa sebenarnya bangsa ini sudah merdeka. Rakyat menghiasi perkampungan masing-masing dengan bergotong royong, membersihkan daerah tempat tinggal dengan sukarela, dan mengadakan acara yang menghibur, karena kemerdekaan merupakan impian segenap umat manusia. Apakah rakyat telah merdeka? Sebagai warga negara Republik Indonesia, rakyat telah merdeka sejak 65 tahun yang lalu. Namun, suatu negara yang merdeka tidak menjamin rakyatnya menjadi merdeka. Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia pernah merasakan tidak ada kemerdekaan dalam kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berpolitik. Rakyat Indonesia juga masih ada yang merasa bukan bagian dari republik ini, dan bahkan merasa terjajah lalu berjuang dengan mengangkat senjata, karena berbagai perasaan dan pengalaman ketidakadilan dalam berbangsa dan bernegara.

Kemerdekaan secara makro suatu negara, rakyat Indonesia telah terhimpun dalam yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun kemerdekaan secara mikro masih jauh dari harapan. Sebagian besar rakyat Indonesia masih belum merdeka secara mikro, karena kehidupan mereka sangat rentan terhadap segala bentuk perbudakan dan penindasan. Kerentanan terhadap perbudakan dan penindasan inilah yang menjadikan sebagian besar rakyat Indonesia cenderung kehilangan kemerdekaannya. Mereka harus siap-siap untuk digusur demi alasan pembangunan atau kepentingan umum. Krisis yang berkepanjangan, mengharuskan sebagian besar rakyat untuk menanggung beban kehidupan, yang secara kasar mengarahkan pada jalan kematian yang telah tersedia terutama bagi anak-anak mereka karena berbagai penyakit akibat tingginya harga-harga.

Merdeka bagi sebagian besar rakyat Indonesia masih belum bisa diraih. Salah satu faktor yang sangat menjajah adalah korupsi yang semakin lama semakin menjauhkan kemerdekaan dari jangkauan rakyat, apalagi korupsi yang terjadi seperti wabah yang tidak ada penangkalnya, yang menyebar seakan mendarah daging. Apalagi, rakyat yang terjajah ini dengan mudah dijadikan objek untuk mendapatkan dana besar untuk dikorupsi. Berbagai proyek dilaksanakan dengan alasan untuk kepentingan rakyat, yang ternyata hanya untuk mendapatkan pencairan dana yang tersedia, yang ujungnya hanya dinikmati oleh segelintir orang.

JALAN KEMATIAN

Kesalahan dalam pengelolaan sumberdaya alam merupakan potensi besar dalam menghilangkan kemerdekaan, yang secara perlahan akan menyediakan jalan menuju kematian. Kesalahan dan keserakahan pengelolaan sumberdaya alam telah menyebabkan bencana yang harus ditanggung oleh sebagian besar rakyat Indonesia dalam berbagai bentuknya, kebakaran hutan dan lahan adalah contoh konkret bagaimana sumberdaya alam telah sangat rentan terhadap gangguan, karena setiap musim kemarau telah menjadi momok dan bencana yang tidak pernah tahu bagaimana menanggulanginya, hanya berpasrah menunggu musim hujan datang. Musim hujan bukan berarti berkah, tetapi juga potensial terjadi bencana banjir dan longsor, yang menghabiskan sumberdaya secara sia-sia.

Semakin lama, kesalahan dan kerakusan dalam pengelolaan sumberdaya alam akan semakin membuat bagian terbesar dari rakyat Indonesia terjerumus pada bentuk perbudakan dan penindasan baru, yang menghancurkan mata pencaharian dan penghapusan berbagai keahlian tradisional dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat di dalam hutan dan di sekitar hutan, akibat kebakaran hutan dan lahan, cenderung semakin tergantung dengan bantuan dan semakin tidak berdaya, sehingga mereka cenderung menjadi "budak" cokung kayu secara tidak langsung. Disamping itu, berbagai bantuan dalam pemberdayaan dan penguatan kelembagaan masyarakat hanya menjadi proyek kalangan "miskin perkotaan" untuk mendapatkan pekerjaan dan kemudahan mendapatkan dana. Masyarakat sasaran, dengan berbagai penjelasan "ilmiah" tetap saja menjadi objek penindasan, yang kehilangan pengetahuan tradisional dan cenderung tidak dihargai bagaimana budaya dalam kehidupan mereka. Berbagai perbandingan dan contoh di wilayah lain diperkenalkan, yang intinya bahwa masyarakat tersebut tidak berdaya dan tidak berpengetahuan sehingga mereka perlu diajari dan diarahkan.

Berapa besar kerugian yang diakibatkan oleh bencana banjir, yang saat ini terjadi setiap tahun dan semakin luas wilayah bencananya, sudah jelas tergambar dari berbagai pemberitaan media massa dan elektronik, tapi kesalahan dan kerakusan dalam pengelolaan sumberdaya alam tetap berlangsung bahkan semakin merajalela. Hal ini menyebabkan sebagian besar rakyat Indonesia tidak termasuk kelompok yang menikmati melimpahnya sumberdaya alam tersebut, bahkan mereka termasuk yang harus menanggung bencana dan menerima berbagai penyakit yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan harus mereka tanggung sendiri.

Kerakusan dan kesalahan dalam pengelolaan sumberdaya alam ini secara sistematis telah menjerumuskan sebagian besar rakyat Indonesia kedalam jurang kemiskinan, yang selanjutnya menghantarkan pada bentuk perbudakan dan penindasan zaman modern. Kemiskinan memudahkan dalam perbudakan dan penindasan, serta menyuburkan korupsi yang semakin ganas, yang pada akhirnya tiada kemerdekaan. Masyarakat seperti diarahkan tidak mempunyai kemampuan dalam mengelola kehidupan sendiri, kebudayaan yang mereka hasilkan sudah dianggap tidak berguna, sehingga diperlukan budaya baru yang perlu diperkenalkan, terutam oleh kalangan profesional. Kalangan profesional (termasuk profesi dari LSM) inilah yang mulai menentukan budaya kehidupan yang layak dan bermartabat bagi sebagian besar rakyat Indonesia.Seperti bagaimana mengelola sumberdaya alam yang katanya berbasis masyarakat dengan ukuran yang sebenarnya sesuai dengan kehendak pasar.

KEMISKINAN

Kemiskinan telah menjadi objek bagi sebagian besar kalangan profesional, yang seolah-olah membuat para profesional tidak termasuk dalam lingkaran kemiskinan tersebut. Kemiskinan sudah menjadi trademark yang dipatenkan oleh kalangan profesional untuk mendapatkan keuntungan melalui berbagai kegiatan dengan jargon pemberdayaan masyarakat dan penguatan kelembagaan masyarakat. Masyarakat dilihat dari kacamata profesi yang sangat pro pasar dengan mengatakan bahwa masyarakat tidak berdaya dan tidak mempunyai kemampuan dalam berhadapan dengan tuntutan persaingan global, sehingga dengan pendampingan dan penguatan kelembagaan masyarakat yang menjadi pintu masuk kalangan profesi sebagai keharusan untuk alasan membantu, dengan mengatakan bahwa kegiatan yang mereka lakukan adalah pro-poor. Kalangan profesi ini, tidak terkecuali ada LSM, lebih banyak menikmati bantuan yang mengalir dari pada sasaran yang mereka katakan sebagai masyarakat yang membutuhkan pendampingan untuk pemberdayaan dan penguatan kapasitas kelembagaan tersebut. Masyarakat, paling miskin sekalipun masih hidup tanpa bantuan dari luar, tetapi kalangan profesi tanpa kegiatan yang didanai lembaga donor tersebut belum tentu bisa bertahan seperti masyarakat yang diposisikan sebagai sasaran kegiatan dan bahkan bisa saja sebenarnya kalangan profesi (sebagian juga kalangan LSM) merupakan bagian dari kemiskinan tersebut yang membutuhkan kelompok miskin untuk mereka dapat bertahan hidup.

Sumberdaya alam yang melimpah tidak menjamin rakyat menjadi lebih sejahtera, apalagi kerakusan dan kesalahan dalam pengelolaannya serta ganasnya korupsi terus berlangsung semakin tidak terkendali. Memang sebagian kecil kalangan dapat menjadi sangat kaya yang berpotensi menjadi sangat berkuasa, dan sebagian besar rakyat Indonesia semakin miskin yang berpotensi semakin lemah dan tak berdaya. Jadi, sebagian besar rakyat Indonesia sesungguhnya harus terus berjuang untuk merdeka. Merdeka atau mati, bukan pilihan lagi, tapi sudah menjadi jalan bagi kalangan miskin yang begitu sulit menjadi merdeka akan dengan sendirinya terbawa oleh arus kematian seperti akibat bencana, kelaparan, penyakit, dan hilangnya kepedulian sosial.

Kemerdekaan memang harus diperjuangkan dan terus diperjuangkan, tidak pernah berhenti karena masih ada orang yang serakah dan tamak, dan masih adanya manusia yang berperilaku seperti Qarun dan Fir'aun.


Oleh: H. Benyamine

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
free counters